"Penyesalan di Balik Waktu"
Scene 1 (Detik 0-27)
Di dalam kamar yang remang-remang, seorang anak muda duduk termenung di tepi tempat tidurnya. Di tangannya, ia memegang setangkai bunga layu yang tampak seperti simbol dari kenangan masa lalu yang mulai memudar. Di sampingnya, sebuah foto keluarga yang sudah agak menguning menampilkan senyuman bahagia dari ayah, ibu, dan dirinya sendiri saat masih kecil. Pandangannya terpaku pada foto itu, mengembalikan ingatannya ke masa kecil yang penuh tawa namun juga luka karena kemiskinan yang melingkupi keluarganya.
Scene 2 Flashback ke Masa Kecil (Detik 28-48)
Kenangan masa kecil itu menyeruak. Ia melihat dirinya bermain di lapangan bersama teman-temannya. Bajunya tampak lusuh dan sederhana dibandingkan dengan teman-temannya yang berpakaian lebih baik. Ketika teman-temannya asyik bermain dengan ponsel, ia hanya bisa menonton dari kejauhan, merasa terasing dan terkadang menjadi bahan ejekan. Meski begitu, senyumnya tetap ada, meski sedikit pudar saat melihat perbedaan yang mencolok antara dirinya dan teman-temannya.
Scene 3 (Detik 49-)
Kesedihan di wajahnya berubah menjadi kemarahan. Ia berlari pulang dengan air mata yang mengalir deras, memohon kepada orang tuanya untuk dibelikan ponsel. Namun, orang tuanya menolak dengan lembut, menjelaskan bahwa mereka tidak punya cukup uang. Meski begitu, orang tuanya bertekad untuk mengumpulkan uang demi membahagiakan anak mereka. Mereka bekerja keras, tak mengenal lelah, demi bisa membelikan ponsel untuknya.
Akhirnya, ponsel itu berhasil dibeli. Namun, ketika disuruh belajar, anak itu malah menolak dan lebih memilih bermain dengan ponselnya. Orang tuanya terpaksa mengambil kembali ponsel itu, membuatnya menangis tersedu-sedu. Malamnya, orang tua itu mengintip dari balik pintu kamar, melihat anak mereka yang tertidur dengan mata masih sembab. Mereka mendekat, menyelimuti tubuh anak itu dengan hati-hati, seolah mencoba menenangkan perasaan bersalah mereka.
Scene 3 di Reffnya
Waktu berlalu, anak itu kini sudah dewasa. Namun, di rumah, ia hanya menghabiskan waktu dengan berbaring tanpa berusaha mencari pekerjaan. Sementara itu, orang tuanya terus bekerja keras, tak peduli hujan atau terik, menjual dagangan mereka demi mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Suatu hari, saat makan, ia merasa lauk yang disajikan tidak enak. Kemarahannya memuncak, memicu konflik dan pertengkaran dengan orang tuanya. Dengan hati yang penuh amarah, ia memutuskan pergi dari rumah untuk mencari pekerjaan.
Awal bekerja sebagai office boy, ia merasakan kerasnya dunia. Dimarahi oleh atasan dan merasa tertekan. Namun, seiring waktu, ia belajar dan bekerja lebih keras. Hingga akhirnya, ia berhasil menjadi seorang bos yang sukses. Di tengah kesuksesannya, kenangan masa lalu kembali menghampiri, membuatnya rindu untuk pulang.
Scene 9
Di sebuah car free day, ia membeli seikat bunga segar. Dengan hati yang penuh haru, ia pulang untuk bertemu orang tuanya, ingin menunjukkan bahwa ia telah berhasil. Namun, setibanya di rumah, ia mendapati bahwa orang tuanya telah tiada. Kehampaan menyelimuti hatinya.
Scene 10
Dengan langkah berat, ia pergi ke kuburan, membawa bunga baru di tangannya. Air matanya mengalir deras, penuh penyesalan atas waktu yang terbuang. Di hadapan makam orang tuanya, ia berlutut, menyesali semua kesalahan dan kebodohannya di masa lalu. Bunga yang dibawanya diletakkan dengan hati-hati di atas pusara, seolah menjadi simbol dari rasa cinta dan penyesalan yang mendalam.